Kelompok 5 :
1. Gita
Permata Lestari (6670170016)
2. Dede
Surya Lesmana (6670170067)
3. Yugni
Maulana Aziz (6670170056)
4. Endiansyah
Pratama
5. Dzikri
Fadillah
6. Yusuf
Mardani Febria
7. Nabilah
Yasmin Belladina
Kelas
: III C Ilmu Pemerintahan
Mata
Kuliah : Etika Pemerintahan
ETIKA PEMERINTAHAN DI
ARAB SAUDI
A.
Pengertian
Etika
Etika secara etimologis berasal dari
bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti sifat, watak, adat, kebiasaan, tempat
yang baik, atau ethikos yang berarti yang berarti susila, keadaban, atau
kelakuan dan perbuatan yang baik. sedangkan secara terminologis etika merupakan
pengetahuan yang membahas baik dan buruknya atau benar salahnya tindakan dan
tingah laku manusia yang mana etika suatu kumpulan nilai benar atau salah yang
di anut oleh golongan masyarakat tertentu, pada awalnya etika di artikan secara
sempit hanya sekedar membahas menngenai adat kebiasaan namun semakin hari
pengertian etika semakin meluas, seperti sekarang etika merupakan ilmu
pengetahuan yang berbicara masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, dan
menilai baik buruknya dengan terlihat secara perilaku dan dapat dapat di terima
dengan akal sehat maka baru bisa di sebut sebagai beretika.
Menurut
Soegarda Purbakawatja mengatakan bahwa etika di artikan sebagai filsafat nilai,
serta mencari nilai-nilai dan merupakan pengetahuan dari nilai-nilai itu
sendiri, sedangkan ki hajar dewantara mengartikan etika sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang mempejari baik buruknya di dalam diri manusia. terutama yang berkaitan dengan gerak gerik dari
pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai pada tujuannya
yang merupakan perbuatan
Dalam
mempelajar etika terdapat dua macam teori etika yang mempelajari norma-norma
yang berkaitan dengan etika:
11. etika deskriptif:
yang mempelajari secara kritis dan rasional mengenai perilaku manusia, serta
apa yang di kejar dalam setiap hidup manusia sebagai suatu yang bernilai
22. etika normatif:
mempelajari sikap dan perilaku yang seharusnya di miliki oleh manusia yang
memiliki nilai
Di dalam islam juga mengenal etika
atau jika dalam bahasa arab etika yang berarti akhlak perilaku manusia hal ini
juga menjadi kajian secara khusus di dalam islam, jika melihat pengertian etika
dalam kamus ensiklopedia pendidikan di katakan bahwa etika mengajarkan
keluhuran budi manusia.
Dalam kamus bahasa indoensia juga di
sebutkan bahwa etika (departemen pendidikan dan kebudayaan, 1998) yang berarti:
1. Ilmu
yang mempelajari ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban
yang harus di lakukan manusia (akhlak)
2. Kumpulan
asas atau yang berkanaan dengan nilai
3. Nilai
yang di anut oleh masyarakat tertentu mengenai benar atau salah
B.
Pengertian
Etika Pemerintahan
Etika pemerintahan merupakan ajaran
untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hakikat manusia. Etika pemerintahan melibatkan aturan dan
pedoman tentang panduan bersikap dan berperilaku untuk sejumlah kelompok yang
berbeda dalam lembaga pemerintahan, termasuk para pemimpin terpilih (seperti
preseiden dan kabinet menteri), DPR (seperti anggota parlemen), staf politik
dan pelayan publik. Etika pemerintahan merupakan etika terapan yang berperan
da;am urusan pengaturan tata kelola pemerintah. Etika pemerintah merupakan
bagian dari yurisprudensi praktis (practical
juriprudence) atau filosofi hukum (philosophy
of law) yang mengatur urusan pemerintah dalam hubungannya dengan
orang-orang yang mengatur dan mengelola lembaga pemerintahan. Etika
pemerintahan mencakup isu-isu kejujuran dan transparasi dalam pemerintahan,
yang pada gilirannya berurusan dengan hal-hal seperti ; penyuapan (bribery), korupsi politik (politic corruption), etika peraturan (regulatory ethics), konflik kepentingan
(conflict of interests), pemerintahan
yang terbuka (open of government) dan
etika hukum (legal ethics).
Etika pemerintahan sangatlah penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan dan selalu disebut berkaitan dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku
manusia sosial (makhluk sosial). Dan wujud dari etika pemerintahan adalah
aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar
negara (Pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (Teks Proklamasi). Dalam
hal ini, etika pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat elit politik
untuk bersikap jujur; amanah, siap melayani, berjiwa besar memiliki
keteladanan, rendah hati dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila
terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum
dan rasa keadilan masyarakat.
C. Implementasi
Etika Pemerintahan
Adapun
salah satu contoh penerapan etika pemerintahan adalah penerapan etika
pemerintahan di Arab Saudi, dimana Arab Saudi adalah negara kerajaan (Monarki)
yang dipimpin oleh seorang raja yang jabtannya di isi secara turun temurun oleh
keluarga Raja, walaupun diantara meraka terjadi banyak konflik bahkan hingga
saling membunuh namun hal tersebut tidak mampu memunculkan suatu perubahan
tatanan pengisian jabatan di arab, sebagi buktinya hingga saat ini kerajaan
Arab Saudi masih dipimpin oleh putra raja Abdul Aziz. sedangkan sistem
pemerintahannya presidensial, karena raja selain sebagi kepala negara, ia juga
merupakan perdana menteri, panglima tertinggi angkatan perang, penjaga dua
tempat suci (Mekkah dan Madinah), mengangkat dan memberhentikan Dewan Menteri,
menafsirkan hukum. Otoritas politik tertinggi di bawah raja adalah putra
mahkota. Putra mahkota ini ditentukan oleh raja, asalkan tetap diambil dari
keturunan Abdul Aziz. Putra mahkota bahkan dapat memerintah atas nama raja,
bahkan sebelum mahkota diestafetkan. Dewan Menteri bertindak selaku legislatif
dan eksekutif pelaksana raja. Kedua peran ini didasarkan atas restu raja. Hukum
yang ditetapkan dewan menteri akan menjadi hukum aplikatif dalam 30 hari,
kecuali raja memvetonya. Umumnya, para anggota dewan menteri pun keturunan
Abdul Aziz. Majlis as Shura adalah Dewan Konsultatif anggotanya sekitar 120
orang. Tugas mereka adalah memberi nasehat kepada raja. Anggota majelis ini pun
diangkat dan diberhentikan oleh raja. Lembaga pengadilan (yudikatif) menurut
hukum dasar Arab Saudi haruslah independen. Kepala pengadilan biasanya berasal
dari bangsawan ataupun keturunan al-Wahhab. Menteri Kehakiman Arab Saudi
biasanya juga menjadi Grand Mufti. Setiap hakim diangkat dan diberhentikan oleh
Raja. Ulama adalah lembaga yang ada dalam hukum dasar Arab Saudi yang fungsinya
menjadi metode penafsiran hukum Islam yaitu Ijma (konsensus) dan Shura
(Konsultasi). Anggota Ulama terdiri atas keturuan Abdul Aziz dan al-Wahhab yang
dikepalai oleh Grand Mufti. dan juga sebagi kepala pemerintahan. Bentuk
negaranya kesatuan dan konstitusinya adalah Al-Qur’an dan as-sunah, sehingga
hukum dasarnya adalah syariat islam, dan dalam hal ini raja menjadi sumber
otoritas dari setiap otoritas politik di arab saudi. Raja juga berhak
menafsirkan hukum setelah menjalani sejumlah konsultasi dan menjalin konsensus.
Konsultasi dan konsensus ini juga menjadi dasar hukum di bawah Syariah. Menurut
hukum dasar Arab Saudi tahun 1992, terdapat sekurangnya 4 otoritas (subordinat
raja) di dalam negara: Dewan Menteri, Dewan Konsultatif, Pengadilan, dan Ulama.
Kemudian yang akan menjadi fokus
pembahasan mengenai etika pemerintahan disini adalah mengenai penerapan dan
pengaplikasian hukum di Arab Saudi yang dirasa memiliki perbedaan yang sangat
signifikan dengan negara-negara yang lain, yang mana di arab sendiri diterapkan
hukum pancung bagi merka yang membunuh sesama manusia atau disebut hukum
Qishas, pemerintah arab menerapkan hukum ini atas dasar Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 178 yang berbunyi “Wahai orang-orang yang beriman !
Diwajibkan atas kamu hukum qishash pada orangorang yang terbunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka , dan hamba sahaya dengan hamba sahaya dan
perempuan dengan perempuan. Akan tetapi barangsiapa yang diampunkan untuknya
dari saudaranya sebahagian, maka hendaklah mengikuti dengan yang baik, dan
turiaikan kepadanya dengan cara yang baik. Demikianlah keringanan daripada
Tuhanmu dan rahmat. Tetapi barangsiapa yang (masih) melanggar sesudah demikian,
maka untuknya adalah azab yang pedih.” Dari ayat diatas sudah dijelaskan bahwa setiap yang membunuh maka harus
dibunuh kembali, namun hal tersebut masih memiliki pengecualian, yaitu apabila
keluarga korban yang dibunuh memafkan si pembunuh, namun sebagai gantinya
pembunuh harus mengganti dengan 100 ekor unta yang 40 diantaranya adalah unta
hamil atau jika dirupiahkan setara dengan 4,7 miliar.
Adapun
permasalahan hukum pancung diatas dianggap sebagai contoh etika pemerintahan di
arab karena hukum pancung tidak diberlakukan di semua negara dan itu merupakan
salah satu ciri khas hukum di arab. Dan ketika kita (yang bukan orang arab)
melakukan pembunuhan di arab maka hukum itu akan tetap diberlakukan pada kita
karena itu sudah membudaya dan menjadi salh satu etika pemerintahan yang harus
ditaati dan dipatuhi oleh setiap orang yang berada negara tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurdin, Ismail.2017.Etika Pemerintahan: Norma, Konsep,
Praktek bagi penyelanggara Pemerintahan.Lampung Timur.Lintang Rasi Aksar Book
http://digilib.uinsby.ac.id/647/5/Bab%202.pdf
(02/10/2018 19:15)

Komentar
Posting Komentar