DEKONSISTENSI IDEOLOGI PARTAI POLITIK: PERGESERAN PERAN IDEOLOGI DALAM PARTAI POLITIK DI ERA REFORMASI
Pasca
runtuhnya orde baru merupakan babak baru bagi Indonesaia, hal ini di sambut
meriah bagi semua rakyat Indonesi, pasalnya 32 tahun pemerintahan Indoesia di
pegang oleh rezim otoritarian dengan soeharto sebagai sentralnya sehingga
fungsi partai di eranya tidak menjadi semesetinya, pembatasan terhadap
perkembangan partai politik di era orde baru membuat gairah perpolitikan
Indonesia menjadi menurun pasalnya partai politik di fusikan menjadi 3 partai
saja, PPP sebagai representasi dari partai islamis, PDI sebagai representasi
dari partai Nasionalis dan Kristianis dan Golkar sebagai “partai pemerintah”
yang merupakan kendaraan soeharto untuk tetap berkuasa pasalnya Golkar di
kuatkan melalui legitimasi yang di buat oleh presiden soeharto dalam merebut
suara umum pada pemilu, dalam pemenangan suara yang di lakukan oleh soeharto
atas golkar sengat namapk terjadi pada waktu itu di berlakukanya undang-undang
yang mewajibkan semua (Pegawai Negeri Sipil) untuk tidak memilih partai selain
golkar hal ini menunjukan legitimasi hukum yang kuat untuk mendapatkan suara
yang banyak, dalam hal ini tentu saja gokar akan menang dalam pemilu. Sehingga
memasuki zaman baru di era refomasi pasca runtuhnya banyak sekali organisasi
masyarakat yang bermunculan, pada saat pemilu pertama tahun 1955 saja di ikuti
172 partai yang ikut hal ini menunjukan betapa euforianya masyarakat dalam
menyambut kedatangan era baru dalam sistem pemerintahan Indonesia yang menuju
demokratisasi.
Pada era
orde baru ketika di gembar-gemborkanya pembangunan nasional maka negara
membutuhkan penyuntik dana dari para investor untuk memajukan perekonomian
nasional maka dibutuhkanlah kestabilan nasional agar investor mau berinvestasi
dalam negeri untuk itu orde baru banyak
sekali memberlakukan peraturan yang dalihnya menstabilisasi nasional dan
memberlakukan peraturan-peraturan fasismenya, partai politik di era orde baru
hanyalah sebuah legitimasi oleh horde baru untuk memperlihatkan Indonesia pada
dunia dengan adanya sebuah partai politik di Indonesia maka dunia akan
menganggap bahwa Indonesia merupakan negara yang taat dengan asas-asas
demokrasinya hal ini di tunjukan kepada dunia Internasional ketika Indonesia
masih di bawah rezim soeharto dan antek-anteknya salah satu tragedi yang
terjadi dengan mengeriikan jutaan manusia terbunuh dalam kurun waktu satu tahun
dengan dalih stabilisasi nasional PKI menjadi korban dalam pembumi hangusan
semua anggota dan underbow nya di anggap sebagai musuh rezim maka soeharto
mengkonsolidasikan semua antek-anteknya untuk membumi hanguskan PKI dengan
dalih stabilitas nasional dan propaganda PKI “anti tuhan” semua orang Indonesia
berbondong-bondong membunuh semua anggota PKI dan Underbownya.
Pasca
runtuhnya orde baru partai politik menemukan ruang baru yang cukup luas untuk
membentuk partai politik yang di berlakukan dalam undang-undang untuk membentuk
partai tanpa mengatur asas tunggal pada partai sehingga banyak sekali
bermunculan partai baru seperti pada masa pemilu pertama, karena ideologi merupakan
hal yang terbuka bagi siapapun dan setiap orang berbeda dalam memandang sebuah
ideologi dan memiliki impian sendiri terhadap sebuah masyarakat yang ideal.
Ideologi pada masa orde baru sangatlah angker pasalnya pemerintah memberlakukan
sebuah organisasi atau partai politik tidak boleh hidup dan berkembang selain
yang berideologi Pancasila. Seharusnya dalam negara demokrasi ideologi di
tentukan sebebas-bebasnya karena ideology merupakan pandagangan setiap orang
dalam masyarakat ideal seperti apa yang di katakan oleh Steger Lane (dalam firmansnyah:2011:96) ideology
sebagai sebuah sistem sebaran ide, kepercayaan yang membentuk sistem nilai dan
norma serta peraturan yang ideal yang di terima sebagai fakta dan kebenaran
oleh kelompok tertentu tentu saja dalam hal ini ideology tidak bisa di paksakan
oleh pemerintah kepada semua organisasi yang berkembang di Indonesia karena
tentu saja setiap organisasi yang tumbuh di negara Indonesia tidak semua sama
dalam setiap pemikiran terutama dalam memandang masyarkat yang di inginkan.
Dalam kehidupan demokrasi partai merupakan sebuah
unsur penting hal ini sebagai sebuah pengontrol dan penyambung pendapat rakyat
kepada pemerintah, bahkan secara radikal ada orang mengatakan tidak ada partai
politik maka tidak ada demokrasi karena partai politik sangat memegang peranan
penting dalam sebuah negara yang menganut sistem politik demokrasi karena
sebagai sebuah kekuatan penyeimbang dalam kekuasaan negara, ketika tidak
ada kekuatan penyeimbang
dari penguasa maka
kecenderungannya adalah kekuasaan
tersebut akan digunakan secara berlebihan dan tentunya masyarakatlah disini
yang akan selalu dirugikan melalui kebijakan-kebijakanya (Jurnal Ilmu Politik
dan Ilmu Pemerintahan, Vol. 1, No. 1, 2011) maka dari itu fungsi partai politik
sangat penting untuk mengimbangi kekuatan penguasa dalam sistem politik
terkhususnya Indonesia.
Instrumen terpenting dalam pemilu merupakan peserta
pemilu, yaitu partai politik yang berkompetisi baik itu secara partai maupun
antar kader partai yang mendaftar sebagai peserta pemilu yang akan berkompetisi
karena pada pemilulah partai bisa berkompetisi secara sah untuk meraih
kekuasaan yang secara ideologis akan termanifestasikan kedalam bentuk kebijakan
partai yang kemudian menjadi sebuah program capaian untuk mencapai masyarakat
yang ideal berdasarkan ideology yang di yakini maka dari itu partai selalu
memberikan harapan kepada masyarakat banyak dalam memperoleh suara hal ini
merupakan sarana untuk mencapai dan merealisasikan ideology yang di yakini oleh
partai untuk bagaimana bisa bersama-sama membangun tatanan masyarakat yang di
inginkan oleh partai dan yang memberikan suara pilihnya kepada partai.
Sebagai salah satu fungsi partai yang di katakan (Ramlan
Subakti:116) yaitu sarana rekruitmen untuk seleksi menjadi pemeran dalam
pemerintahan pada sistem politik dan pemerintahan, dengan adanya kaderisasi
partai maka akan terlihat calon-calon yang telah teruji baik secara ideologis
maupun dalam manajemen secara praktik, dari partai politiklah muncul
kader-kader yang baik karena partai politik juga sebagai pencetak kader untuk
menjadi seorang pemimpin dalam masyarakat baik di nasional maupun di daerah
maka penting untuk mencetak kader partai yang baik karena kader partai
merupakan cerminan ideologis dari partai itu sendiri, harapan partai dari para
kader ketika menjadi pemeran pemerintahan mengeluarkan semua kebijakan yang
sesuai dengan ideologi partai dan tidak bersebrangan dengan ideology partai
maka dari kebijakanlah sebuah tatanan masyarakat yang di harapkan secara ideologis akan
terjadi.
Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini sangat
ngawur karena tidak ada perbedaan yang ekstrim antara satu partai dengan partai
yang lain pasalnya pada saat koalisi terlihat tidak ada konsistensi secara
ideologis ketika menggandeng partai mulai ada pergeseran ideologis karena tidak
lagi memperhatikan garis ideologis pada partai yang ingin di gandeng umumnya
ketika suatu partai ingin berkoalisi maka harus melihat apakah ideologi yang di
perjuangkan segaris maka jika sama sudah sepatutnya berkoalisi namun lain
halnya dengan apa yang terjadi Indonesia partai yang secara ideologis berseberangan
masih tetap melakukan koalisi hal ini tidak sejalan dengan perjuangan awal
partai yang ingin di perjuangkan adalah tatanan masyarakat yang di inginkan
yang secara ideologis akan termanifestasikan melalui kebijkan dari partai namun
apa yang terjadi jika suatu partai yang besebrangan lalu kemudian berkoalisi,
disini kita bisa melihat bahwa partai di era reformasi sekarang tidak lagi
konsisten dengan ideologinya, ideology yang seharusnya menjadi landasan partai
dalam melakukan gerak politiknya yang menyangkut banyak hal namun justru ideology
partai di era reformasi hanya sebagai hiasan semata yang hanya untuk
kepentingan jangka pendek dalam mendapatkan kekuasaan semata secara pribadi
terbukti dari banyaknya kader partai yang berpindah-pindah dari satu partai ke
partai yang lain, ideology tidak dapat mengikat para kader, perilaku kader
kadang tidak mencerminkan ideology partai baik dari tindakan asusila, korupsi
dan semua kebijakan yang di lakukan kader bersebrangan dengan ideology partai, hamper
semua partai yang sekarang berkembang di era reformasi sudah tidak lagi
konsisten dengan ideologinya dan ideology tidak lagi menjadi sebuah landasan
partai untuk bergerak, namun hanya menjadi sebuah aksesoris semata untuk
mendapatkan kekuasaan politik yang sah.
Komentar
Posting Komentar