Langsung ke konten utama

“Human Trafficking“ Analisis Kebijakan Perdagangan Manusia





KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN
PERDAGANGAN (TRAFFICKING) PEREMPUAN DAN ANAK
DI PROVINSI BANTEN
Oleh : Elsa Thalia Paskah Ekklesia (6670170054)
Fanny Rosye Yuliati (6670170101)
Shinta Ressmy CN (6670170048)
Yugni Maulana Aziz (6670170056)

ABSTRAK
Ekspolitasi seksual dan tenaga kerja yang terjadi khususnya pada perempuan dan anak melalui perdagangan manusia merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Provinsi sebagai salah satu provinsi di barat pulau jawa memiliki banyak sekali penduduknya dan merupakan tempat penjualan manusia ke-10 terbesar, analisis kebijakan pemerintah untuk menangani perdagangan manusia (human trafficking) menjadi salah satu kajian dalam jurnal ini dan akan mendeskripsikan bagaimana nilai, fakta transaksi dan tindakan dari kebijakan dari pemerintah untuk menangani dan mencegah perdagangan manusia terkhususnya di daerah banten. Sumber informasi daripada pada jurnal ini sebagaian besar merupakan informasi dari website resmi pemerintah daerah banten ataupun dari berita mengenai perdagangan manusia di provinsi banten. Dari sebagian banyak literasi yang di baca provinsi banten telah banyak berupaya dalam mencegah perdagangan manusia namun dengan usaha tersebut faktanya hingga sekarang permasalahan perdagangan manusia di banten belum terselesaikan dengan baik.


            Perdagangan manusia (Human trafficking ) merupakan salah satu kejahatan manusia yang di lakukan untuk mengeksploitasi seksualitas dan tenaga kerja, dalam praktik perdagangan manusia sudah jelas bahwa ada banyak hak asasi manusia yang di ambil haknya oleh si penjual manusia yaitu ha katas hidup, hak untuk tidak di siksa, ha katas kebebasan dan keamanan atas dirinya, dan atas kesamaan di muka badan-badan peradilan (Budiarjo, 2000:126).

Dari data yang di kumpulkan perdagangan manusia yang di terjadi kebanyakan di alami perempuan untuk di eksploitasi seksual dan anak-anak untuk di eksploitasi tenaga kerjanya. di katakana sebagai seorang anak adalah yang berusia di bawah 18 tahun, yang mana belum mengetahui dan dapat membuat pilihan antara yang baik dan yang salah. Tak luput dari problematika penjualan manusia yang terjadi Indonesia, pemerintah Indoneisa mengeluarkan beberapa kebijkan yang di keluarkan untuk mengatasi perdagangan manusia yang mana hal ini di adopsi dari deklarasi LBB (Liga bangsa-bangsa) mengenai universal hak asasi manusia, seperti contohnya yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang tindak pidana perdagangan orang dan sebagainya.

Banyaknya penjualan manusia yang terjadi di Indonesia sudah tidak terhitung lagi dan tidak ada pula data yang konkrit menunjukan secara jelas jumlah perdagangan manusia di Indonesia, menurut data yang di rilis pada tahun 2011 oleh International Organization for Migration ini sangat mencengangkan sekali karena Indonesia menempati peringkat teratas dengan penjualan manusia terbanyak dengan jumlah 3.943 korban pedagangan manusia, dengan jumlah dari data 90, 3% yaitu jumlah perempuan dan 23, 6% anak-anak, yang mana hal ini merupakan kelompok yang rentan sekali terhadap kekerasan, dari data di atas menunjukan secara jelas bahwa perdangan manusia rentan terhadap perempuan dan anak-anak.

Maka dari itu masalah perdangan manusia harus menjadi isu laten  yang harus mendapat perhatian dari semua pihak, terutama pemerintah yang harus bekerja keras untuk mencegah dan menghilangkan angka perdangan manusia, namun yang menjadi masalah adalah pemerintah Indonesia belum secara tegas dan serius dalam menangani perdagangan manusia karena masih membuka keran pengiriman buruh migran ke luar negeri, yang mana hal ini menjadi salah satu penyebab dari perdagangan manusia.

Tercatat ada 10 kebijakan-kebijakan pemerintah dari pusat hingga ke daerah untuk menangai perdagangan manusia namun faktanya belum bisa menjadi pembendung utama dari perdagangan manusia, dalam studi dan laporan yang di kaluarkan berbagai studi dan LSM, Indonesia masih menjadi sumber daerah perdagangan manusia, di identifikasi ada sekitar 10 provinsi yang di jadikan sebagai sumber perdagangan manusia yang mana salah satunya merupakan provinsi banten, dan 16 provinsi di jadikan sebagai transit, dan 12 provinisi sebagai penerima, namun dari data itu belum di temukan data yang akurat dari jumlah perdaganan manusia, data yang beragam mulai dari 74.616 manusia hingga 1 juta di perdagangkan dalam satu tahun.       
     
Dari informasi laporan yang di dapat dari berbagai sumber provinisi banten menjadi salah satu provinsi sending human area yang mana hal ini menjadi menarik sekali karena banten merupakan salah satu provinsi religius, namun dari data dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menunjukan banten menjadi salah satu penyumbang ke-10 terbesar  Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Kementerian Pemberdayaan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, mengeluarkan data bahwa, TPPO di Provinsi banten tercatat di tahun 2014 sebanyak 21 orang, lalu pada tahun 2015 sebanyak 19 orang dan pada tahun 2017 sebanyak 6 orang hal ini tidak menunjukan adanya penutupan keran secara penuh yang mendorong terjadinya perdangan manusia karena dari data terakhir masih menunjukan adanya perdagangan manusia, untuk mengatasi perdangan manusia di banten.

Pemerinthan daerah banten mengeluarkan kebijakan sebagai political will untuk menanggulangi perdangan manusia di banten, salah satunya dengan di buatnya peraturan pemerintah daerah nomor 9 tahun 2014 tentang perlindungan perempuan dan anak terhadap tindak kekerasan, selain itu pemerintah daerah provinsi Banten dalam upaya mencegah terjadinya TPPO membentu gugus tugas TPPO, penyusunan rencana aksi daerah penceegahan dan TPPO, dan menggerakan secara massif dari berbagai elemen untuk melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan TPPO, termasuk membentuk komunitas peduli TPPO yang terdiri dari 49 kader dari Kecamatan Pontang, Serang, dan Kronjo, Tangerang, hal itu di lakukan untuk menangai secara tuntas menekan meningkatnya kasus perdagangan anak di Provinsi Banten.

Namun upaya ini nampaknya memang belum bisa membuat hasil yang maksimal dalan menangani pedangan manusia di Provinsi Banten, pasalnya implementasi kebijakan pemerintah daerah provinsi Banten belum bisa menghentikan permasalahan perdagangan manusia, bahkan justru praktik perdagngan manusia menjadi lebih beragam dengan cara yang terselubung dan terorganisir, , meninjau kembali peraturan daerah yang di buat oleh pemerintah daerah provinsi banten kinerjanya yang belum berjalan secara maksimal dan termasuk keadalam kategori yang rendah serta implentasi yang belum bisa di sosialisakan secara baik kepada masyarakat sehingga ketidaksepahamaan antara pemerintah daerah dengan masyarakat, mengapa peraturan ini hadir dan perlunya di tinjau ulang terutama mengenai pembuatan strategi, kebijakan, program, kegiatan terencana ataupun membuat kebijkan ini berjalan dengan terus di perbaharui setiap waktu karena mengingat setiap kejadian terus berubah dan harus dengan prediksi yang matang serta persiapan mengenai penanganan prediksi kejadian yang akan terjadi kertika kebijakan ini berjalan.

Untuk mengatasi pemasalahan perdagangan manusia membutuhkan kesadaran bersama untuk sama-sama memberantas perdagngan manusia, hal ini akan bisa di turunkan atau bahkan di hilangkan sama sekali dengan sebuah kegiatan produktif mengenai kesadaran mengatasi pardagangan manusia di provinsi banten, ataupun sosialisasi mengenai penanggulangan perdagangan manusia, terlihat ternyata tidak cukup sosialisasi yang di lakukan oleh pemerintah daerah untuk memberikan kesadaran bersama baik individu masyarakat maupun organisasi-organisasi dan tidak hanya di bebankan tugas memberantas perdagangan manusia hanya kepada gugus TPPO yang di bentuk pemerintah daerah.

Jika semua pihak baik masyarakat maupun organisasi daerah ikut sadar akan pentingnya mengatasi perdangan manusia dan penegakan hokum yang baik maka sangat memungkinkan provinsi banten akan menggesar posisi peringkat perdagangan manusia menjadi lebih baik.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM RELIGI DAN ILMU GHAIB

SISTEM RELIGI DAN ILMU GHAIB Disusun oleh: Yugni Maulana Aziz 6670170056 Muhammad Ibnu Fajar 667010057   Rahmat Ady Prasetyo 6670170020 Dzikry Fadillah 6670170052Eldri Agustina                         6670170094 Rifky Aditya           6670170021 Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politk Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jalan Raya Jakarta Km 4, Panancangan, Cipocok Jaya, Banjaragung, Kota Serang, Banten 42124 2018 DAFTAR ISI COVER MAKALAH…………………..………………………………………................... DAFTAR ISI……………………………………..…………………………….…………… KATA PENGANTAR…………………………….………………………………………... BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………………..………..…………….……………….1 1.2 Rumusan Masalah………………………...…………………………………….2 BAB II. ISI 2.1 Pengertian Sistem Religi ……………………………..…….…………..5 2.2 Unsur-Unsur Dasar Sistem Religi…………………………..…………..6 2...

CONTOH CRITICAL REVIEW TULISAN POLA RELASI BISNIS DAN POLITIK DI INDONESIA MASA REFORMASI: KASUS RENT SEEKING

CONTOH CRITICAL REVIEW TULISAN POLA RELASI BISNIS DAN POLITIK DI INDONESIA MASA REFORMASI: KASUS RENT SEEKING Tulisan ini merupakan bentuk critical review dari Jurnal Wacana Politik - Jurnal Ilmiah Departemen Ilmu Politik Vol. 1, No. 1, Maret 2016: 41 – 52 yang di tulis oleh ratna solihah Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP Univeritas Padjajaran dengan nomor ISSN 2502 – 9185 Jurnal ratna solihah yang berjudul “ pola relasi bisnis dan politik di Indonesia masa reformasi: kasus rent seeking ” secara umum menjelaskan bagaimana pola relasi bisnis dan politik di era reformasi yang melibatkan actor politik untuk membagi sumber daya negara dengan para pelaku bisnis yang mana pemburu rente melakukannya secara terbuka di era demokrasi. Pemburu rente yang terjadi di era reformasi tidak terlepas dari pengaruh rente dari rezim orde baru yang sudah bertransformasi berdasarkan situasi politik saat ini melalui berdasarkan rezimnya, yang dari orde baru ke masa demokratis di era ref...

MENYIKAPI EKONOMI POLITIK GLOBALISASI: BEROGRANISASI MAJU

Pasca runtuhnya Unisoviet dan berakhirnya perang dingin awal decade 80-an, dampaknya dunia harus merubah dan memasuki cara hidup yang baru yang sesuai dengan situasi internasional, dalam konteks ini, dunia memang di ciptakan oleh negara adidaya terutama Amerika Serikat, ketika menang dalam perang dingin seluruh negara-negara yang ada dunia harus memasuki era baru dalam periode pax-americana, dimana seluruh negara-negara di dunia harus melakukan political adjustment terhadap kekuatan poalitik dan militer AS yang tergabung dalam G7 (bisa di baca di https://id.wikipedia.org/wiki/G7 ), dan konsekwensinya hal ini juga berdampak secara ekonomi yang harus memasuki monolitik ekonomi ke dalam system ekonomi neoliberal yang terlembagakan kedalam perjanjian internasional seperti WTO (World Trade Organization), dengan semangat ekonomi neoliberal semua negara yang tergabung harus menghilangkan hambatan perdagangan baik tarif maupun non tarif dan hal itu di sepakati bersama secara ketat. Ber...